piringan hitam

Saya awalnya tak punya keninginan sama sekali untuk menyimpan dan memiliki lagu-lagu yang tersimpan dalam piranti sound system jadul. Soalnya, teknologi telah mempermudah kita dan menambah nikmat ketika mendengarnya. Entah itu lewat tape recorder, vcd, cd, ataupun fili-file di komputer/laptop atau bahkan melalui MP 3 yang mungil dana bisa menyimpan banyak lagu. Berbeda dengan piringan hitam yang merupakan salah satu piranti jadul, yang cukup rumit.

Bayangkan, satu piringan hitam terkadang ada yang hanya berisi satu lagu. atau paling banyak 5 lagu setiap bagian bilahnya, di side A maupun side B. Belum lagi, kesulitan mendapat playernya ataupun pick upnya. Kalau kita hanya punya player, harus menyiapkan amplifiernya. Kalaupun pick up-nya sudah ada speakernya, terkadang voltase masih 110 sehingga harus menambah voltage regulator.

Sudah siap putar, ternyata piringan hitamnya bermasalah, banyak goresan sehingga tak terbaca. Dan tak bisa mengeluarkan suara karena jarumnya selalu bergeser...

Namun, ternyata di situlah seninya. Meski suaranya tak sesempurna piranti modern kini, punya nuansa berbeda. Apalagi kalau memutar gramofon ataupun phonograf yang harus diengkol dengan tangan. Wah, pertama kali...... begitu asyik... belum lagi kalau mendengar cengkok-cengkok lagu lama yang dibawakan penyanyi aslinya....

Kini, saya punya puluhan koleksi piringan hitam. dan beberapa pick up. Untuk pick up nya, saya punya Philips edisi Diamond yang dilengkapi amplifer sehinganya suaranya lumayan enak. Lalu ada Player Taya seri CP 300 yang harus ditambah amplifier yang dilengkapi phono.... JUga ada frontech yang kata orang terkategori belum begitu jadul. Bayangkan, ada radio, tape, CD, dan pemutar piringan hitamnya. Lumayan deh....





href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPeNsWeXLx0vu3FR5IRAY41HdXm2psDEu6nvVsZwVr_fmqO-xw1nBX5JFWedI30QXngw314P4QTD0EqaIPyUMazmRY_InzAlQm0jdtmajY4M3t0C-1g28dNVUWqsw6vmpV3Pj4mmZIlA/s1600/100_3124.JPG">